Assalamualaikum sahabat Nyunnah Yuk, Pada Artikel kali ini. Nyunnah Yuk akan menulis artikel yang berjudul Hakikat Iman Menurut Ahlussunnah. Artikel Hakikat Iman Menurut Ahlussunnah ini telah Nyunnah Yuk persiapkan dengan baik untuk anda baca, pahami, dan ambil informasinya. Mudah-mudahan isi postingan
Artikel AQIDAH, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Hakikat Iman Menurut Ahlussunnah
Iman itu adalah kehidupan rohani dan jasmani, obat kebahagiaan, serta tempat bergantungnya keselamatan di dunia dan akhirat. Iman dapat menimbulkan ketenangan dalam hati, memberikan perasaan rela terhadap jiwa. Setiap kali seorang hamba menanjak naik dalam tingkatan iman, setiap itu pula ia akan mengenyam rasa iman, menemukan manisnya iman, sehingga jiwanya akan tertambat padanya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Tiga hal yang jika terdapat pada diri seseorang, maka ia akan bisa merasakan manisnya iman; jika Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada yang lain, seseorang menyukai saudaranya karena Allah, dan membenci kembali kepada kekufuran, sebagaimana ia enggan jika dilemparkan ke jurang neraka.” (Muttafaqun alihi).
Hakikat iman yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tegak berdiri di atas 3 pilar, jika salah satu darinya roboh, maka imanpun akan tumbang, 3 pilar atau rukun itu adalah:
Rukun yang pertama (keyakinan dalam hati) meliputi dua hal yang harus dipenuhi:
“Orang-orang Arab Badwi itu berkata:”Kami telah beriman”.Katakanlah (kepada mereka):”Kamu belum beriman,tetapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Hujurat:14)
Dalam ayat yang lain:
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang datang daripada-Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah:22)
Perhatikanlaah firman Allah : “Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka” di mana Allah menjadikan hati sebagai tempat tertanamnya iman.
Dalil-dalil di atas, juga yang lainnya menunjukkan bahwa iman yang ada pada hati adalah pokok keimanan dan intinya, siapa yang menyepelekan keimanan hati, maka ia tidak memiliki iman, bahkan ia termasuk orang zindik dan munafiq.
Adapun rukun kedua, yaitu pengucapan dengan lisan, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan tiada ilah yang haq disembah melainkan Allah, jika mereka telah mengucapkannya berarti mereka telah melindungi darah, dan harta mereka dariku, kecuali dengan haknya.” (Muttafaqun alaihi)
Imam Nawawi berkata memberi keterangan terhadap hadis ini: “Dalam hadis ada keterangan bahwa iman disyaratkan harus diucapkan dalam bentuk syahadatain (dua kalimat syahadat) disertai keyakinan terhadapnya.”
Ibn Taimiyah mengatakan: “Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa yang meninggal dunia sebelum mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia mati kafir.” (Kitab al-Iman 278).
Yang dimaksud dengan dua kalimat syahadat, bukan sekedar melafalkannya, akan tetapi harus disertai dengan pembenaran terhadap semua makna yang terkandung di dalamnya, meyakini secara lahir batin. Inilah syahadat yang akan bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya di sisi Allah.
Sedangkan rukun ketiga; amal perbuatan, yang dimaksud adalah mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah, serta meninggalkan apa yang dilarang oleh Nya.
Dalil-dalil yang menyatakan bahwa amal ini masuk dalam iman sangatlah banyak, kami akan menyebutkan sebagian darinya.
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujuarat: 15)
Allah menyifati mereka dengan iman yang jujur karena mereka telah melakukan amal shalih yang merupakan bukti (cerminan) dari amalan hati dan buahnya.
Di antaranya juga firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka.
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal:2-4)
Renungkanlah bagaimana Allah menyifati mereka, bahwa mereka beriman dengan sebenar-benarnya iman ketika mereka melakukan amal shalih, ini menunjukkan bahwa amal shalih masuk dalam iman, bahkan merupakan bagian darinya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Aku perintahkan kalian untuk beriman kepada Allah semata, apakah kalian tahu apakah iman kepada kepada Allah semata?” mereka menjawab: “Allah dan Rasul Nya lebih tahu. Beliau bersabda: “Syahadat (bersaksi) bahwa tiada sesembahan yang haq melainkan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyerahkan 1/5 dari harta rampasan.” Muttafaqun alaihi.
Nabi saw menafisiri iman dalam hadis ini dengan amal shalih.
Diantaranya sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
“Iman itu ada tujuh puluh atau enam pulah cabang lebih, yang paling mulia adalah ucapan la ilaha illallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan halangan dari jalanan, dan malu itu adalah bagian dari iman.” HR Muslim
para ulama’ telah memberikan perhatian serius terhadap hadis ini, dan menilainya sebagai landasan untuk memasukkan ketaatan dalam keimanan, mereka juga menganggapnya sebagai bagian dari Iman. Dalam hadis ini juga terdapat keterangan iman itu merupakan asal (pokok) dan ia memiliki cabang-cabang yang beragam, setiap cabang dinamakan iman, misalnya shalat itu iman, begitu pula puasa, haji dan zakat, amalan-amalan hati seperti malu, tawakkal dst.
Di antara cabang-cabang ini, ada yang jika hilang, maka iman juga hilang, seperti syahadat, di antaranya juga ada yang apabila ia hilang, iman tidak ikut sirna, seperti menyingkirkan halangan dari jalan. Di antara dua cabang ini terdapat cabang-cabang yang sangat jauh berbeda dalam tingkatan.
Di antara cabang-cabang iman, ada yang dikelompokkan ke dalam cabang “syahadat”, sehingga ia begitu dekat dengan syahadat, sebaliknya ada yang dikelompokkan kepada cabang “menyingkirkan halangan dari jalan”, sehingga ia lebih dekat ke cabang ini.
Inilah hakikat iman, dan begitulah pilar-pilarnya, serta hubungan antara keimanan hati dan keimanan dalam amal perbuatan yang merupakan hubungan keharusan, dalam arti tidak mungkin seorang hamba mengaku beriman dalam hatinya, kemudian ia tetap tidak mau mengerjakan amal shalih, tidak menahan diri dari yang mungkar. Ini adalah pengakuan di samping tidak bermanfaat secara syara’, ia juga tidak mungkin terjadi dalam tataran realita. Karena, orang yang hatinya sudah terpatri dengan keimanan, otomatis akan teraplikasi dalam amal perbuatan, terucap dalam kalimat syahadat.
Al-Hasan al-Bashri berkata: “Iman itu bukanlah sekedar angan-angan tidak pula sekedar khayalan, akan tetapi iman itu adalah sesuatu yang terpatri dalam hati,dan dibenarkan dengan amal perbuatan.”
“Tiga hal yang jika terdapat pada diri seseorang, maka ia akan bisa merasakan manisnya iman; jika Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada yang lain, seseorang menyukai saudaranya karena Allah, dan membenci kembali kepada kekufuran, sebagaimana ia enggan jika dilemparkan ke jurang neraka.” (Muttafaqun alihi).
Hakikat iman yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tegak berdiri di atas 3 pilar, jika salah satu darinya roboh, maka imanpun akan tumbang, 3 pilar atau rukun itu adalah:
- Keyakinan dalam hati.
- Pengucapan dengan lisan,
- Mengejawantah dalam amal perbuatan.
Rukun yang pertama (keyakinan dalam hati) meliputi dua hal yang harus dipenuhi:
- Ikrar dalam hati, yang dimaksud adalah pengakuan hati bahwa apa yang dikabarkan Allah dan Rasul-Nya adalah haq, dan bahwa apa yang diputuskan Allah dan Rasul-Nya adalah keadilan, hal itu tidak boleh dibarengi dengan sedikitpun rasa keraguan atau syak.
- Amalan hati, maksudnya segala sesuatu yang diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas hamba Nya dari amalan-amalan hati, seperti cinta Allah dan Rasul-Nya, membenci kekufuran, orang kafir dan lainnya. Semua ini masuk dalam amalan hati.
“Orang-orang Arab Badwi itu berkata:”Kami telah beriman”.Katakanlah (kepada mereka):”Kamu belum beriman,tetapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Hujurat:14)
Dalam ayat yang lain:
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang datang daripada-Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah:22)
Perhatikanlaah firman Allah : “Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka” di mana Allah menjadikan hati sebagai tempat tertanamnya iman.
Dalil-dalil di atas, juga yang lainnya menunjukkan bahwa iman yang ada pada hati adalah pokok keimanan dan intinya, siapa yang menyepelekan keimanan hati, maka ia tidak memiliki iman, bahkan ia termasuk orang zindik dan munafiq.
Adapun rukun kedua, yaitu pengucapan dengan lisan, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan tiada ilah yang haq disembah melainkan Allah, jika mereka telah mengucapkannya berarti mereka telah melindungi darah, dan harta mereka dariku, kecuali dengan haknya.” (Muttafaqun alaihi)
Imam Nawawi berkata memberi keterangan terhadap hadis ini: “Dalam hadis ada keterangan bahwa iman disyaratkan harus diucapkan dalam bentuk syahadatain (dua kalimat syahadat) disertai keyakinan terhadapnya.”
Ibn Taimiyah mengatakan: “Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa yang meninggal dunia sebelum mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia mati kafir.” (Kitab al-Iman 278).
Yang dimaksud dengan dua kalimat syahadat, bukan sekedar melafalkannya, akan tetapi harus disertai dengan pembenaran terhadap semua makna yang terkandung di dalamnya, meyakini secara lahir batin. Inilah syahadat yang akan bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya di sisi Allah.
Sedangkan rukun ketiga; amal perbuatan, yang dimaksud adalah mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah, serta meninggalkan apa yang dilarang oleh Nya.
Dalil-dalil yang menyatakan bahwa amal ini masuk dalam iman sangatlah banyak, kami akan menyebutkan sebagian darinya.
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujuarat: 15)
Allah menyifati mereka dengan iman yang jujur karena mereka telah melakukan amal shalih yang merupakan bukti (cerminan) dari amalan hati dan buahnya.
Di antaranya juga firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka.
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal:2-4)
Renungkanlah bagaimana Allah menyifati mereka, bahwa mereka beriman dengan sebenar-benarnya iman ketika mereka melakukan amal shalih, ini menunjukkan bahwa amal shalih masuk dalam iman, bahkan merupakan bagian darinya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Aku perintahkan kalian untuk beriman kepada Allah semata, apakah kalian tahu apakah iman kepada kepada Allah semata?” mereka menjawab: “Allah dan Rasul Nya lebih tahu. Beliau bersabda: “Syahadat (bersaksi) bahwa tiada sesembahan yang haq melainkan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyerahkan 1/5 dari harta rampasan.” Muttafaqun alaihi.
Nabi saw menafisiri iman dalam hadis ini dengan amal shalih.
Diantaranya sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
“Iman itu ada tujuh puluh atau enam pulah cabang lebih, yang paling mulia adalah ucapan la ilaha illallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan halangan dari jalanan, dan malu itu adalah bagian dari iman.” HR Muslim
para ulama’ telah memberikan perhatian serius terhadap hadis ini, dan menilainya sebagai landasan untuk memasukkan ketaatan dalam keimanan, mereka juga menganggapnya sebagai bagian dari Iman. Dalam hadis ini juga terdapat keterangan iman itu merupakan asal (pokok) dan ia memiliki cabang-cabang yang beragam, setiap cabang dinamakan iman, misalnya shalat itu iman, begitu pula puasa, haji dan zakat, amalan-amalan hati seperti malu, tawakkal dst.
Di antara cabang-cabang ini, ada yang jika hilang, maka iman juga hilang, seperti syahadat, di antaranya juga ada yang apabila ia hilang, iman tidak ikut sirna, seperti menyingkirkan halangan dari jalan. Di antara dua cabang ini terdapat cabang-cabang yang sangat jauh berbeda dalam tingkatan.
Di antara cabang-cabang iman, ada yang dikelompokkan ke dalam cabang “syahadat”, sehingga ia begitu dekat dengan syahadat, sebaliknya ada yang dikelompokkan kepada cabang “menyingkirkan halangan dari jalan”, sehingga ia lebih dekat ke cabang ini.
Inilah hakikat iman, dan begitulah pilar-pilarnya, serta hubungan antara keimanan hati dan keimanan dalam amal perbuatan yang merupakan hubungan keharusan, dalam arti tidak mungkin seorang hamba mengaku beriman dalam hatinya, kemudian ia tetap tidak mau mengerjakan amal shalih, tidak menahan diri dari yang mungkar. Ini adalah pengakuan di samping tidak bermanfaat secara syara’, ia juga tidak mungkin terjadi dalam tataran realita. Karena, orang yang hatinya sudah terpatri dengan keimanan, otomatis akan teraplikasi dalam amal perbuatan, terucap dalam kalimat syahadat.
Al-Hasan al-Bashri berkata: “Iman itu bukanlah sekedar angan-angan tidak pula sekedar khayalan, akan tetapi iman itu adalah sesuatu yang terpatri dalam hati,dan dibenarkan dengan amal perbuatan.”
Majalah Qiblati Edisi 9 Tahun I
Demikianlah Artikel Nyunnah Yuk yang berjudul Hakikat Iman Menurut Ahlussunnah
Semoga artikel Hakikat Iman Menurut Ahlussunnah kali ini bisa memberi manfaat untuk anda semua. Baiklah, sampai jumpa di artikel lainnya.
Tag :
AQIDAH
